Sore itu, di teras rumah kontrakan yang kecil, duduk seorang pemuda bernama Rio. Ia memandang Mas Budi, tetangganya yang lebih tua, yang sedang sibuk memperbaiki atap rumah Rio yang bocor. Sudah dua hari Mas Budi sukarela membantu, tanpa Rio minta.
"Mas, udah sore. Istirahat dulu, Mas," kata Rio sambil membawa dua gelas es teh. "Ini, diminum dulu."
Mas Budi tersenyum sambil mengusap keringat di dahinya. "Ah, santai, Rio. Tanggung ini. Kalau enggak selesai sekarang, nanti malam hujan lagi, bocornya makin parah."
Rio meletakkan gelas es teh di bangku. Matanya memandang Mas Budi. Hatinya terenyuh. Ia tahu, Mas Budi juga bukan orang berada. Istri Mas Budi hanya jualan gorengan di depan gang, sementara Mas Budi sendiri bekerja serabutan. Tapi, setiap Rio ada masalah, Mas Budi selalu jadi orang pertama yang datang membantu.
"Mas Budi," ujar Rio pelan. "Makasih banyak, ya. Saya enggak tahu harus balas kebaikan Mas gimana."
Mas Budi turun dari tangga dan mengambil gelas es teh. "Kamu ini, Rio. Ngomong apa? Bukannya kamu juga sering bantu saya? Waktu itu, kamu bantu angkat gerobak gorengan istri saya yang ambles, kan?"
"Itu kan cuma sekali, Mas. Mas Budi ini sudah berkali-kali," balas Rio.
"Rio, dengerin baik-baik," kata Mas Budi sambil menyeruput es tehnya. "Hidup ini bukan soal hitung-hitungan. Kebaikan itu juga sama. Kalau kita ikhlas, ucapan terima kasih yang tulus itu sudah lebih dari cukup. Enggak perlu dibalas pakai uang atau barang."
Rio terdiam. Ia selama ini selalu berpikir bahwa setiap kebaikan harus dibalas dengan sesuatu yang setara. Padahal, ada hal yang jauh lebih bernilai.
"Seringkali kita lupa," lanjut Mas Budi. "Ada banyak kebaikan di sekitar kita yang enggak kelihatan. Bantuan dari orang lain, senyuman, bahkan obrolan ringan. Semua itu kebaikan. Dan cara terbaik untuk menghargainya adalah dengan bersyukur."
Rio menunduk. Matanya berkaca-kaca. Kata-kata sederhana Mas Budi benar-benar menyentuh perasaannya. Ia kini mengerti, rasa terima kasih yang tulus bukanlah tentang seberapa besar balasan yang diberikan, melainkan tentang seberapa dalam penghargaan yang dirasakan.
"Terima kasih, Mas Budi. Untuk semuanya," ucap Rio tulus.
"Sama-sama, Yo," balas Mas Budi sambil menepuk pundak Rio. "Udah, jangan cengeng gitu. Buruan ambil tangga lagi, biar cepet selesai."
Rio tersenyum. Ia kembali bersemangat membantu Mas Budi. Sore itu, atap rumah Rio memang menjadi tidak bocor. Namun, yang lebih penting, hati Rio kini mengerti makna tulus dari sebuah terima kasih.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin Tiktok @EfriDeplin juga YouTube Efri Deplin dan MrDeplinChannel. Terima kasih semoga menginspirasi.