Sore itu, Fajar sedang nongkrong sendirian di
kafe pojok dekat sekolah, sambil garap tugas Fisika yang dari tadi enggak
masuk-masuk di otaknya. Udah dengerin musik biar rileks, eh malah tambah
pusing. Tiba-tiba, WhatsApp-nya bunyi. Pesan dari Bima.
Bima: Assalamu'alaikum, Akhi. Di mana?
Fajar: Wa'alaikumussalam. Di kafe
biasa. Kenapa?
Bima: Tunggu ya, mau ke sana.
Fajar mengerutkan kening. Tumben Bima mau
nyamperin. Biasanya dia langsung pulang kalau udah Ashar.
Lima belas menit kemudian, Bima datang dengan
napas terengah-engah. Di tangannya ada sebuah map. "Wah, lo di sini juga?
Alhamdulillah," katanya sambil duduk. "Gue lagi mau minta tolong,
nih."
Fajar langsung curiga. "Minta tolong apa?
Jangan-jangan minta bantuan buat tugas lo lagi?"
Bima nyengir. "Hehe, enggak, kok. Ini lebih
penting." Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam map. Itu
proposal untuk acara sosial di panti asuhan. "Gue mau minta lo gabung jadi
seksi acara. Lo kan jago banget bikin rundown."
Fajar menatap proposal itu, lalu menghela napas.
"Gue lagi sibuk banget, Bim. Tugas numpuk, terus mau ada olimpiade juga.
Lo cari yang lain aja, deh."
Bima terdiam. Raut wajahnya berubah. "Tapi
lo kan sahabat gue, Jar. Gue pikir lo mau bantu. Lagian, ini kan buat ibadah
juga."
"Ya, gue tahu. Tapi kan banyak yang lain.
Kenapa harus gue?" Fajar mulai kesal. "Penting banget ya sampai harus
maksa gini?"
Melihat Fajar yang emosi, Bima langsung meminta
maaf. "Astaghfirullah, maaf, Jar. Gue enggak bermaksud maksa. Ya udah,
kalau lo enggak bisa, enggak apa-apa. Nanti gue coba cari yang lain."
Fajar merasa bersalah. "Eh, Bim, tunggu
dulu." Ia menahan Bima yang sudah bersiap pergi. "Gue minta maaf.
Tadi gue emosi." Fajar mengambil selembar kertas kosong dan pulpen.
"Sini, coba lo ceritain konsep acaranya ke gue. Siapa tahu gue bisa bantu
kasih ide."
Bima tersenyum lebar. "Alhamdulillah, ya
Allah." Ia kembali duduk, lalu mulai menjelaskan rencananya dengan
semangat. Fajar mendengarkan dengan saksama, sesekali mencoret-coret kertas dan
memberikan ide-ide baru yang brilian. Mereka berdua larut dalam diskusi.
Waktu menunjukkan pukul lima sore. Tugas Fisika
Fajar sudah dilupakan. Sebaliknya, di kertasnya kini penuh dengan rundown
acara dan ide-ide games yang seru untuk anak panti asuhan.
Bima menatap hasil kerja mereka, matanya
berbinar. "Masya Allah, Jar. Ini bagus banget. Makasih ya, udah mau
bantu."
"Sama-sama, Bim. Gue nyesel tadi sempat
kesal sama lo," kata Fajar sambil tersenyum tulus. "Lain kali, kalau
ada yang kayak gini, langsung bilang aja. Gue pasti bantu."
"Insya Allah," jawab Bima.
"Padahal tadi gue udah ngerasa lo enggak peduli sama gue lagi. Ternyata,
lo tetap sahabat terbaik gue."
Fajar tertawa. "Mana mungkin enggak peduli.
Justru gue bersyukur punya sahabat kayak lo yang selalu ngajak dalam
kebaikan."
Meskipun awalnya sempat terjadi salah paham,
persahabatan mereka justru semakin erat. Fajar tidak jadi ikut olimpiade
Fisika, tapi ia mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga, yaitu pelajaran
tentang arti peduli dan persahabatan sejati. Di penghujung hari, Fajar dan Bima
pulang bersama, dengan hati yang lapang dan senyum di wajah. Keduanya tahu,
persahabatan mereka akan selalu kokoh karena Allah.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin Tiktok @EfriDeplin juga YouTube Efri Deplin dan MrDeplinChannel. Terima kasih semoga menginspirasi.