Post Page Advertisement [Top]



Kantor "Apex Solutions" selalu terasa dingin, bukan karena pendingin ruangan yang berlebihan, tapi karena aura dari pimpinan mereka, Victoria Alistair.


Victoria adalah gambaran sempurna dari seorang eksekutif yang berhasil: pakaian mahal yang selalu rapi, rambut hitam diikat ketat, dan sorot mata tajam yang jarang sekali menunjukkan kehangatan. Namun, di balik eksterior yang terawat itu, tersembunyi watak yang membuat bawahannya berjalan di atas kulit telur.


Keputusan Victoria adalah hukum. Dia tidak pernah mendengarkan bawahan. Rapat tim adalah formalitas di mana ide-ide kreatif dan data berbasis riset disajikan, hanya untuk diabaikan dengan lambaian tangan atau cibiran halus.


"Laporan ini jelas menunjukkan bahwa kita harus beralih ke strategi pemasaran digital, Bu Victoria. Data konversi dari saluran tradisional sudah stagnat," ujar Arka, Kepala Pemasaran, suatu pagi.


Victoria, yang sedang sibuk mengecat kuku dengan warna burgundy di balik mejanya yang terbuat dari kayu Ebony, bahkan tidak mengangkat pandangan. "Digital? Semua orang melakukannya. Kita perlu sesuatu yang berani, Arka. Lakukan seperti yang sudah-sudah. Angka stagnan artinya Anda kurang berusaha. Ganti saja desain spanduk itu, mungkin akan membantu."


Arka hanya bisa menghela napas. Dia sudah tahu akhirnya akan begini. Mengajukan ide kepada Victoria sama saja dengan berbisik ke dalam terowongan: suaranya hanya akan menghilang tanpa jejak.


Namun, yang paling membuat Victoria ditakuti adalah sifatnya yang licik dan tidak terduga. Dia memiliki kemampuan ajaib untuk mengubah pendiriannya, seringkali untuk kepentingan pribadinya, tanpa peduli pada konsekuensi atau janji yang telah dibuat sebelumnya.


Pekan lalu, Victoria telah menetapkan anggaran promosi baru yang sangat ketat. Dia mengirim email resmi yang menyatakan: "Mulai hari ini, semua pengeluaran di atas 5 juta harus melalui persetujuan saya dan harus dipangkas seminimal mungkin. Fokus pada efisiensi (A)."


Seluruh tim keuangan dan operasional pontang-panting memangkas pengeluaran. Mereka bahkan membatalkan kontrak dengan pemasok kopi premium kantor demi yang lebih murah—sebuah keputusan yang membuat semangat kerja menurun drastis.


Namun, tiga hari kemudian, dalam sebuah makan malam penting dengan klien kelas kakap, Tuan Handoko dari "Sinergi Jaya," terjadi keanehan. Tuan Handoko bertanya tentang rencana pengembangan produk baru, yang membutuhkan investasi besar untuk mesin cetak khusus.


Tiba-tiba, di depan meja makan itu, Victoria tersenyum manis dan berkata, "Tuan Handoko, kami sangat bersemangat tentang produk ini. Saya sudah menginstruksikan tim keuangan saya untuk mengalokasikan dana tak terbatas untuk investasi mesin cetak khusus itu. Uang bukan masalah jika itu menjamin kualitas dan kecepatan. Anggaran kami sangat fleksibel untuk proyek-proyek penting seperti milik Anda (B)."


Keesokan paginya, kekacauan terjadi. Kepala Keuangan, Maya, menghampiri Victoria dengan mata membelalak. "Bu, apa maksud dari pernyataan Anda semalam? Kami sedang dalam mode 'pemotongan anggaran ketat' dan Anda menjanjikan 'dana tak terbatas' kepada Sinergi Jaya?"


Victoria memandang Maya dengan tatapan dingin. "Maya, Anda harus belajar membedakan prioritas. Strategi efisiensi itu untuk hal-hal kecil, tetek bengek kantor. Tapi Sinergi Jaya? Itu adalah proyek besar. Apakah Anda mau proyek itu gagal karena Anda sibuk mengkhawatirkan anggaran 5 juta?"


"Tapi, Bu, Anda sendiri yang mengirim email..."


"Saya tahu apa yang saya kirim. Tapi situasi berubah. Perusahaan harus luwes. Dan, Maya," Victoria mendekat, suaranya merendah dan penuh ancaman, "Jangan pernah lagi membicarakan 'dana tak terbatas' di depan tim Anda. Jika ada masalah anggaran dengan Sinergi Jaya, itu adalah masalah Anda. Selalu pastikan klien mendapatkan apa yang mereka mau."


Maya keluar dari ruangan Victoria dengan perasaan terhina dan bingung. Dia menyadari sifat licik Victoria: menggunakan aturan (A) untuk mengontrol timnya, dan melanggarnya total (B) demi keuntungan pribadi atau kesan yang baik di mata klien, lalu menyalahkan orang lain atas inkonsistensi yang diciptakannya.


Bagi Victoria Alistair, kebenaran adalah komoditas yang bisa diperdagangkan. Etika adalah kemewahan yang tidak perlu. Dan bawahan? Mereka hanyalah pion yang bisa dipindahkan atau dikorbankan kapan saja, asalkan sang Ratu, Victoria, tetap memegang kendali atas papan catur bisnis. Dia adalah bos yang cerdik, menakutkan, dan selalu selangkah lebih maju, meskipun itu berarti menginjak janji dan kepercayaan orang-orang di sekitarnya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin Tiktok @EfriDeplin juga YouTube Efri Deplin dan MrDeplinChannel. Terima kasih semoga menginspirasi.

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib