Peningkatan Kapasitas Guru SDIT Iqra`1 Kota Bengkulu
Pada
hari Jumat, 20 Juni 2025, suasana keilmuan dan spiritualitas yang mendalam
menyelimuti Hotel Splash Kota Bengkulu. Seluruh jajaran guru SDIT Iqra`1 Kota
Bengkulu berkumpul dalam sebuah agenda penting: peningkatan kapasitas guru.
Acara yang berlangsung khidmat ini diisi oleh seorang narasumber yang kredibel,
Ustad Sutrisno, M.TPd., Ketua Yayasan Al Fida. Beliau membawakan materi yang
sangat relevan dan menyentuh, yaitu tentang "Meaningful Life" atau menemukan makna dalam hidup.
Materi ini tidak hanya menjadi bekal teoretis, tetapi juga menjadi cerminan
bagi para pendidik untuk merenungkan kembali tujuan mulia dari profesi mereka.
Ustad
Sutrisno membuka sesi dengan memaparkan urgensi
memaknai kehidupan. Ia mengajak para guru untuk merenung bahwa dalam menjalani
hidup, kita tidak hanya bergerak secara fisik, tetapi juga harus memiliki
orientasi yang jelas. Ia mengelompokkan urgensi ini dalam empat dimensi
kehidupan yang sering kali luput dari perhatian, yaitu dimensi intelektual, dimensi kehidupan, dimensi fisik, dan dimensi sosial.
Dimensi intelektual tidak hanya sebatas pengetahuan, tetapi juga kemampuan
berpikir kritis dan reflektif. Dimensi kehidupan mencakup bagaimana kita
menghadapi setiap takdir dan peristiwa. Dimensi fisik berkaitan dengan
kesehatan dan kekuatan, sementara dimensi sosial menyangkut interaksi kita
dengan sesama. Seringkali, kita hanya fokus pada salah satu dimensi, sehingga
hidup terasa hampa. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan keempat
dimensi ini agar hidup terasa utuh dan bermakna.
Pemikiran
yang baik atau good feeling
menurut Ustad Sutrisno merupakan kunci untuk mencapai makna hidup. Ini tidak
hanya terkait dengan perasaan positif semata, tetapi juga melibatkan dimensi
emosional, sosial, dan spiritual. Seseorang yang telah menemukan makna dalam
hidupnya akan memiliki emosional yang
terkontrol, tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan. Lebih dari itu,
mereka memiliki keistiqomahan keimanan
yang menjadi pondasi utama. Keimanan yang istiqomah inilah yang akan menuntun
setiap langkah dan keputusan, menjadikannya tidak hanya sebagai rutinitas,
tetapi sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Ustad Sutrisno menekankan
bahwa ketenangan emosional dan keyakinan spiritual ini sangat penting bagi
seorang guru, agar dapat mentransfer ilmu dan nilai-nilai kebaikan dengan hati
yang tulus.
Salah
satu poin terpenting dalam pemaparan Ustad Sutrisno adalah cara pandang kita terhadap sebuah pekerjaan.
Ia mengklasifikasikan pandangan ini ke dalam tiga tingkatan. Pertama, pekerjaan adalah sebuah tugas.
Ini adalah cara pandang paling dasar, di mana seseorang hanya bekerja untuk
memenuhi kewajiban dan mendapatkan upah. Kedua, pekerjaan sebagai karir. Pada level ini, seseorang tidak
hanya melakukan tugas, tetapi juga memiliki ambisi untuk naik jabatan,
mendapatkan pengakuan, dan meningkatkan status sosial. Namun, pandangan ini
masih berorientasi pada kepentingan pribadi. Ketiga, pekerjaan sebagai panggilan hidup. Inilah cara pandang
yang paling ideal dan bermakna. Bagi seorang guru, pekerjaan bukan hanya
tentang mengajar dan mengabsen, tetapi merupakan panggilan suci untuk membentuk
generasi. Ini adalah dedikasi yang tulus, di mana kebahagiaan sejati ditemukan
dalam proses menginspirasi dan membimbing siswa. Ustad Sutrisno mengajak para
guru untuk menempatkan profesi mengajar pada level ini, agar setiap tetes
keringat yang dikeluarkan menjadi ibadah.
Kemudian,
Ustad Sutrisno membedah perbedaan antara spiritual dan religius. Seseorang bisa saja religius dengan rajin
beribadah, sholat, dan berdzikir. Namun, spiritualitas adalah tahapan yang
lebih dalam, yaitu menemukan makna di
balik ajaran agama. Religius adalah praktik, sedangkan spiritualitas
adalah pemaknaan. Seseorang yang spiritual tidak hanya menjalankan syariat,
tetapi juga merasakan kehadiran Ilahi dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk
dalam pekerjaannya sebagai guru. Ia melihat setiap siswa sebagai amanah, setiap
kesulitan sebagai ujian, dan setiap keberhasilan sebagai anugerah dari Allah.
Spiritualisme inilah yang akan memberikan kekuatan dan ketenangan batin dalam
menghadapi berbagai tantangan profesi.
Untuk
dapat bergerak dan bertindak secara efektif, Ustad Sutrisno mengutip pemikiran
Stephen Covey tentang mengatasi
hambatan diri. Ia mengibaratkan manusia sebagai sebuah garis. Orang yang berada di atas garis adalah
mereka yang tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan, memiliki kontrol penuh
atas emosi dan tindakannya. Sebaliknya, orang
yang berada di bawah garis adalah mereka yang selalu menyalahkan keadaan
dan mudah dipengaruhi. Ciri-ciri orang di bawah garis adalah blaming (menyalahkan orang lain
atau keadaan), excuse
(mencari-cari alasan), dan justification
(mencari pembenaran atas kesalahan). Ustad Sutrisno mendorong para guru untuk
selalu berada di atas garis, menjadi pribadi yang proaktif, bertanggung jawab,
dan tidak mudah menyerah pada keadaan.
Untuk
mencapai hal tersebut, Ustad Sutrisno memberikan bekal optimalisasi potensi diri. Ada empat komponen yang harus
terus ditingkatkan: kompetensi,
keyakinan, identitas, dan memaknai perilaku. Kompetensi berkaitan dengan
peningkatan keterampilan mengajar dan pengetahuan. Keyakinan adalah kepercayaan
diri bahwa kita mampu melakukan tugas dengan baik. Identitas adalah pemahaman
diri sebagai seorang pendidik yang memiliki misi mulia. Sedangkan memaknai
perilaku adalah menyadari bahwa setiap tindakan kita, sekecil apapun, memiliki
dampak besar. Keempat hal ini saling berkaitan dan membentuk fondasi yang kokoh
bagi seorang guru untuk memberikan kontribusi terbaiknya.
Sebagai
penutup, Ustad Sutrisno mengajak para guru untuk merenungi bagaimana kita memaknai rezeki yang Allah berikan
kepada kita. Rezeki tidak hanya berupa materi, tetapi juga kesempatan
untuk mengabdi, kesehatan, dan ilmu. Ia memberikan empat cara utama untuk
memaknai rezeki: bersyukur, lapang
dada, bersabar, dan yakin kepada Allah. Dengan bersyukur, kita akan
merasa cukup dan bahagia. Dengan lapang dada, kita menerima setiap takdir
dengan ikhlas. Dengan bersabar, kita menghadapi setiap cobaan dengan keteguhan
hati. Dan dengan yakin kepada Allah, kita percaya bahwa segala sesuatu yang
terjadi adalah yang terbaik bagi kita.
Kegiatan
peningkatan kapasitas ini memberikan perspektif baru bagi para guru SDIT Iqra`1
Kota Bengkulu. Mereka tidak hanya mendapatkan materi tentang metode pengajaran,
tetapi juga diajak untuk merenungkan kembali esensi dari profesi mereka. Materi
Meaningful Life yang disampaikan oleh Ustad Sutrisno, M.TPd., menjadi pengingat
bahwa menjadi seorang pendidik adalah anugerah yang harus dijalani dengan penuh
makna, dedikasi, dan keimanan yang kokoh. Pengalaman ini diharapkan dapat
meningkatkan motivasi dan semangat para guru dalam mendidik generasi penerus
bangsa, menjadikan setiap hari di sekolah sebagai ladang amal yang penuh
berkah.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin Tiktok @EfriDeplin juga YouTube Efri Deplin dan MrDeplinChannel. Terima kasih semoga menginspirasi.