Post Page Advertisement [Top]

Pada tahun 90an aku masih familiar sekali dengan bangunan berbentuk persegi beratap lengkap dengan empat tiang kokoh. Tingginya mulai dari 1,5 meter hingga 2 meter.

Bangunan ini terbuat dari papan atau dinding pelupuh yang berasal dari bambu. Memiliki satu pintu di bagian depan tanpa jendela dan ventilasi. Layaknya sebuah rumah tinggi, bangunan ini sangat mirip dengan rumah adat Bengkulu Rumah Panggung. Oleh sebab itu bangunan ini dilengkapi dengan debuah tangga untuk mencapai ke atas bagian dalam bangunan. Namun tangga pada Kiang tidaklah dipasang permanen. Biasanya masyarakat memiliki tangga khusus dari bilah bambu dan digunakan ketika diperlukan saja.

Belum aku temukan referensi khusus mengenai bangunan ini. Filosofi yang aku umpakan diatas dapat dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat Bengkulu atau secara luas Sumatera bahwa rumah bertiang berfungsi agar terhindar dari hewan buas seperti harimau sumatera dll.

Baiklah aku akan perkenalkan nama bangunan ini adalah Kiyang. Kiyang atau Kiang adalah bangunan khusus yang dindingnya terbuat dari papan atau pelupuh lengkap dengan atap dan tiang yang tinggi serta dilengkapi dengan sebuah tangga yang tidak permanen dan hanya memiliki satu pintu di bagian depan. Kiang ini digunakan untuk menyimpan hasil panen padi. Besar ukuran kiang bervariasi sesuai dengan keinginan pemiliknya. Tidak ada ukuran mutlak atau khusus. Maka tidak heran jika di temukan kiang dengan ukuran jumbo 4 x 4 x 2 meter atau 2 x 2,5 x 2 meter.

Kiang ini akan menyimpan hasil panen hingga satu musim. Bahkan hingga lewat musim bergantung dari pengelolaan dari tuannya. Untuk diketahui ada masyarakat yang membutuhkan padi hanya untuk bahan pokok saja. Namun ada juga masyarakat yang menjual beras dari penggilingan padi untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Padi yang disimpan di dalam kiang ada yang langsung ditumpuk di dalam ruangan dengan pola berundak dan meninggi lengkap dengan tangkainya. Ada juga yang menyimpan dengan menggunakan karung dengan posisi padi yang tidak lagi bertangai atau masih bertangkai. Padi dimasukkan ke dalam karung dan karungnya dimasukkan ke dalam kiang.

Ketika membutuhkan beras kiang akan dibuka dan padi segera dijemur di bawah terik matahari.

Demikianlah artikel mengenai bangunan bernama Kiang. Pagi tadi aku tidak sengaja melewati beberapa Kiang di Desa Durian Bubur Kecamatan Talo Kabupaten Seluma Bengkuku. Kiang ini terletak di sebuah lahan, ada beberapa Kiang yang berdiri kokoh disana. Biasanya masyarakat menempatkan Kiang mereka masing-masing satu rumah satu kiang pada tanah mereka sendiri. Namun ada juga yang menempatkan kiang secara kolonin di sebuah tempat seperti yang kutemukan pagi ini.

Kini Kiang sudah jarang sekali ditemui. Masyarakat kebanyakan menyimpan gabah di dalam gudang rumah mereka masing-masing. Keberadaan kiang sudah semakin langka. Menurutku, kiang ini unik dan menarik. Ada sebuah pesan tertanam disana. Rasa syukur pada yang maha kuasa tetap melekat pada jiwa-jiwa yang bersahaja. Cobalah kalian lihat ketika diujung bulan mereka bersama-sama membuka kiang dan menjemur gabahpun mereka bersama. Itu adalah pemandangan indah bagian-bagian dari tasbihnya mereka disepanjang tahun.


Bengkulu, 11 maret 2018

wa.085268125187
telp.0895326418115
fb.efri deplin
ig.efri deplin
tweet.efrideplin87
belajariangriang.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya semoga menginspirasi jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar dan dapatkan informasi terbaru di setiap postingan. Jangan lupa follow akun Instagram @efrideplin dan Twitter @efrideplin87 juga YouTube Efri Deplin. Terima kasih semoga menginspirasi.

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib